Bienvenue......Selamat datang

hai.. selamat datang di "Our Pandora", disini rie jadi editor nya.
klo mau tau penulis aslinya.. just klik about page

Salahnya Si-kodok..!!

by : Salty Fish

Thursday, June 4, 2009 at 9:03pm

Disebuah pesawat milik maskapai penerbangan indonesia, kebetulan saya mendapatkan tempat duduk dibagian tegah pesawat didekat jendela. ‘Sound pressure level’ didalam pesawat yang sering membuat telinga berdengung membuat saya berusaha se-rileks mungkin didalam pesawat.Solusinya adalah membawa buku bacaan yang membuat saya sedikit lupa keadaan disekitar.

Sekilas saya mendengar percakapan seorang ibu muda yag duduk dibagian depan saya, sedang mengomeli anak-nya yang terus bergerak tidak mau dipakaikan ‘safety belt’.

“adek… ayo jangan nakal.. pakai dong sabuk pengamannya…” bujuk sang ibu..
Si-anak tetep saja acuh tak acuh dengan bujukan ibunya.
 “Kalo ga mau.. nanti dimarah sama tante pramugari lho…” Ancam sang ibu yang membuat si-anak mulai tenang.



Saya sendiri sempat tersenyum kecil ditegah bacaan yang sebenarnya cukup berat. Setengah iseng saya berguman didalam hati.. “gimana ya.. kalo pramugari marah..”.
Sejurus kemudian seperti biasa pramugari melakukan pengecekan pemakain ‘safety belt’ oleh penumpang. Tatkala pramugari berlalu setelah melakukan tugasnya,
sang ibu berkata ke pada anak-nya, “untung adek udah pake’.. kalo ga.. pasti dimarah sama tante pramugari..”

Cuplikan adegan antara ibu dan anak ini langsung mengingatkan saya pada sebuah cerita. Cerita yang mungkin sering anda baca, dan mungkin pula pernah anda alami. Cerita bagaimana orang tua mendidik anaknya..

Dulu, ketika anak terjatuh yang paling sering dicari adalah ‘kodok’.
Lho koq Bisa?? Sebuah reaksi orang tua yang kemudian tertanam sebagai Ideologi bagi anak-anaknya. Cobalah anda ingat-ingat kembali.. apa yang dikatakan orang tua ketika anaknya terjatuh dan kemudian menangis?

Reaksi sederhana yang biasanya diucapkan adalah..
      “Duh… kodoknya nakal ya..”.
      “kodok nich yang salah bikin adek jatuh..padahal adek ga salah lho…”
dan entah kalimat apalagi yang diucapkan oleh seorang ibu untuk melampiaskan kekesalannya.

Yang lebih sial lagi biasanya Ayam.. Sering ketika si-ayam sedang asyik mencari makan dengan mengais-ngais tanah, dan pada saat yang sama anak terjatuh ketika sedang belajar berjalan, maka oarng tua pura-pura melempar ayam sambil berkata
    “Hush..hush… ayam nakal.. sudah ibu usir tuh.. biar ga ganggu adek lagi..”.

Sekarang mungkin sulit mencari ayam yang berkeliaran disekitar rumah, apalagi kodok. Agak aneh rasanya menyalahkan kodok yang ‘rupa’-nya pun tidak dapat dibayangkan oleh sang anak.
Dan saya rasa anda tahu siapa yang biasanya disalahkan..
Ya, sosok yang banyak membantu anda, tetapi paling mudah jadi sasaran kemarahan. Pembantu rumah tangga atau mungkin ‘baby sitter’ adalah ‘si-kodok’ yang menjadi sasaran.

Saya teringat cerita beberapa tahun yang lalu ketika saya masih kuliah di kota Malang. Kebetulan waktu itu saya sempat ‘kost’ disebuah rumah besar. Rumah yang dimiliki oleh sebuah keluarga yang kedua orang tua-nya bekerja. Sepasang suami istri ini dikaruniai 3 orang anak laki-laki. 2 orang anak memasuki usia remaja dan bersekolah di SMA, sedangkan ‘si bungsu’ sendiri masih duduk si bangku SD.
Seringkali ketika sang ibu pulang melihat kaki si bungsu diplester karena luka, langsung saja memarahi pembantu didepan anak-anak..
     ”Biiik.. kaki adek koq luka… diperhatikan donk… jangan dibaiarkan saja…!!”.
Padahal mungkin saja anak-nya jatuh saat disekolah.

Lain waktu ketika anak-anaknya asyik bermain-PS sampai lupa makan. Lagi-lagi pembantulah yang jadi sasaran..
     “Biiik.. anak-anak koq ga keurus sih.. “.
     “koq ga diberi makan..”.
     “koq dibiarin maen PS terus-terusan sih..”,
dan beragam kekesalan lainnya.

Padahal seingat saya.. sudah beberapa kali anak-anak diingatkan dan dipaksa untuk makan oleh pembantu, tetapi tidak diindahkan.. Tetap saja ‘kodok’-lah yang disalahkan.

Sekilas kita lihat beberapa negeri dibelahan dunia lain. Anda pasti sering mendengar seberapa militannya anak-anak dari Palestina dan Iran. Bayangkan saja perjuangan mereka yang tak kenal rasa takut. Di negara-negara ini orangtua bersama-sama pemerintah mengajarkan kepada anak-anak kerinduan untuk mati syahid dan menjalin persaudaraan dengan seluruh umat Islam dunia. Anak-anak dikumpulkan untuk mendengar kisah-kisah perjuangan para syuhada. Mereka mendengarkan dalam suasana yang heroik. Satu demi satu cerita sampai akhirnya mencapai puncak kisah, keharuan yang didambakan dan kebahagiaan yang dicita-citakan yaitu hidup mulia atau mati syahid. Dari didikan inilah lahir para pejuang yang tak kenal rasa takut.

Lain lagi cerita tentang anak-anak di negara Jepang yang mengklaim dirinya sebagai negeri matahari terbit. Di negara ini, sedari kecil anak-anak mereka ditanamkan dengan jiwa ksatria, sportivitas, kerjasama, dan semangat pantang menyerah. Dari rumah, hingga dunia entertainment sedari kecil mereka ditanamkan semangat ini. Mulai dari cerita sejarah atau didalam manga (komik), hingga ke ranah animasi semua mengajarkan hal yang sama. Maka tak heran jika dampak positiflah yang menjadi buah ketika mereka dewasa.

Kembali lagi kepada orangtua di Indonesia, apa yang dihasilkan dari didikan yang diberikan tersebut??
Jika anak-anak Jepang belajar menjadi samurai, anak-anak ’kodok’ belajar mencari alasan.
Anak kodok tidak berani mengakui kesalahan dan selalu berusaha mencari-cari pembenaran jika berbuat salah.
Jika anak-anak di palestinan dan Iran sejak kecil dididik merindukan mati syahid, dengan cara bersungguh-sungguh berjuang sebagai apa pun untuk Islam, anak-anak ’kodok’ terdidik untuk menikmati hasil perjuangan orang lain. Anak ’kodok’ mengembangkan perilaku yang suka menyalahkan sesuatu
karena ia tidak mampu melakukan, perilaku suka mencari-cari kesalahan diluar dirinya agar ia memiliki cukup alasan untuk memafkan dirinya sendiri.

Seorang anak menyalahkan orangtuanya yang tidak mendaftarkannya les ’sempoa’ ketika ia mendapatkan nilai rendah pada pelajaran berhitung.
Remaja menyalahkan bapaknya yang tidak memberikan fasiltas untuk menyalurkan ’hoby’-nya ketika bakatnya ’tidak berkembang’.
Sedangkan cerita lucu dijalanan adalah seorang pengendara sepeda motor yang meyalahkan polisi yang meminta ’uang damai’, ketika ia melanggar lampu merah.

Semua ini kemudian tertanam dijiwa anak-anak Indonesia hingga disaat mereka menjadi pemimpin. Mereka menjadi pemimpin yang selalu menyalahkan Kodok. Pun ketika menjadi bawahan mereka juga menyalahkan si-kodok.

Bukan perkara yang aneh jika pada saat ada ’gangguan besar’ bagian distribusi menyalahkan pembangkit yang tak bisa ’mejaga’ keandalan mesin tua-nya. Tak kalah sewot Pembangkit pun menyalahkan bagian distribusi yang tidak melakukan penelusuran gangguan jaringan dan selalu main coba-coba. Bagian teknik mengeluhkan lambannya perbaikan karena dana yang tak kunjung ’cair’ dari bagian keuangan. Bagian Keuangan pun ribut menyalahkan bagian teknik yang boros berbelanja. Karyawan menyalahkan bagian SDM yang tak memfasilitasi karyawannya untuk berkembang, dan bagian SDM pun menyalahkan karyawannya yang tak mau ’memajukan’ dirinya sendiri. Dan yang paling biasa adalah keluhan karyawan akan kesejahteraan yang tak diperhatikan oleh atasannya, sebaliknya atasan pun menyalahkan bawahan yang lamban dan banyak meminta.

Terkadang malu dan berat rasanya untuk menunjuk diri sendiri atas sebuah kesalahan. Hal yang paling gampang ketika ditanya.. Ini salah siapa?? Jawaban mudah adalah.. ”Salah-nya Si-Kodok..!!”

0 comments:

Post a Comment

 
Real Estate © 2010 Template design by Justinwoodie.com. Powered by Blogger.